Konten Gaptek – Beberapa
tahun kedepan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia akan menjadi seperti apa,
anak-anak kita lah jawabannya. Para pemuda saat ini lah jawabannya yang akan menjadikan
seperti apa kualitas SDM di Indonesia pada masa depan yang akan datang. Jikalau
para pemuda saat ini dijejali oleh ilmu pendidikan yang cukup dan pembentukan
karakter, maka besar harapan Indonesia akan memiliki SDM yang berkompeten dalam
industri kerja. Namun sebaliknya, apabila pemuda saat ini malah
bermalas-malasan menuntut ilmu dan tidak ada skill serta kreativitas pada
dirinya. Maka bukanlah yang mustahil kita akan tertinggal oleh Negara-negara
maju lainnya.
Jadi
kembali lagi bahwa jawabannya ada di generasi zaman now, generasi millenials.
Yang mana merekalah harapan bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas SDM di
Indonesia. Ditambah dengan terpaan kemajuan teknologi yang terus menggeliat,
dimana teknologi ini akan membawa pengaruh 2 dampak yakni positif dan negatif
tergantung bagaimana masing-masing individu menyikapinya. Apakah kemajuan
teknologi tersebut digunakan sebagai sarana pendidikan / menuntut ilmu atau
malah membuat ajang bermalas-malasan.
Pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari.
Pekan Perpustakaan Kemendikbud 2019 (Dok. Pribadi) |
Berbicara
terkait masalah SDM Indonesia, aku jadi teringat acara temu blogger Pekan
Perpustakaan Kemendikbud 2019 bersama Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan) RI dengan pembahasan yang berfokus pada Pendidikan Literasi bertema
“Kolaborasi Komunitas untuk Mewujudkan
SDM Unggul”. Saat itu acara dilaksanakan di Perpustakaan Kemendikbud yang
telah berdiri sejak 15 th yang lalu dan acara saat itu pun turut dihadiri oleh
para narasumber berkompeten di bidangnya.
Para
narasumber saat itu diantaranya: Pak Ade
Erlangga selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM), dan Pak
Hasan Chabibie selaku Kepala Pustekkom & Ahli Teknologi Pendidikan.
Dari
pemaparan para narasumber ada beberapa point penting terkait pendidikan. Di
Indonesia yang menjadi masalah sampai sekarang adalah masih minimnya minat
membaca pada warga Indonesia itu sendiri. Jika dibandingkan dengan
Negara-negara luar, posisi kegemaran membaca penduduk Indonesia lumayan
tertinggal. Menurut data UNESCO saja minat baca warga Indonesia masih tergolong
rendah. Hanya sekitar 0,001 saja, jadi dari 1.000 orang hanya 1 orang yang
memiliki minat membaca.
Coba
kita lihat antara perpustakaan dengan mall, mana yang lebih ramai? Tentu saja
lebih ramai mall bukan. Bagaimana SDM akan bangkit untuk menjadi lebih baik
jika penduduknya saja malas membaca, sebab membaca adalah jembatan ilmu. Banyak
ilmu yang bisa dipetik dari membaca, kita ambil contoh Negara luar misalnya
Jepang. Penduduk Jepang sangat gemar dalam aktivitas membaca, bahkan ketika
sedang dalam situasi apapun seperti di dalam transportasi, bangunan/gedung,
jalan, bahkan di dalam toilet pun membaca. Jadi jangan heran, jikalau mereka
memiliki intelektual yang begitu cerdas. Itu masalah utama yang harus
diperbaiki pada Negara Indoneisa. Tingkatkan budaya membaca dimanapun dan
kapanpun.
Membaca
pun tidak harus membaca buku, banyak hal yang bisa dibaca seperti Koran, atau
juga berita dan ilmu pengetahuan yang ada di internet pun bisa dibaca untuk
menambah kecerdasan kita. Nah dalam meningkatkan budaya membaca ini perlu ada
peranan dari berbagai pihak terutama guru yang memang dalam bidangnya
memberikan pengajaran kepada anak muridnya khususnya saat di sekolah.
Pak Ade Erlangga (Dok. pribadi) |
Kalau
kata Pak Ade Erlangga, Guru punya andil yang amat besar guna meningkatkan
kecerdasan murid dengan cara membaca, dan guru juga lah yang mengukir sejarah
hidup seseorang. Maka dari itu seorang guru harus memiliki karakter yang baik
agar ilmu yang ditransfer kepada murid dapat diserapnya dengan baik pula. Dan
seorang guru pun harus memiliki sifat sabar dalam membimbing muridnya, jangan
mudah marah dalam mengajar. Misal saat anak murid sering bertanya, maka jangan
dianggap anak tersebut bodoh, cerewet, atau tidak mengerti. Tapi justru
sebaliknya, seorang murid yang banyak bertanya itu menandakan bahwa ia punya
minat dan ketertarikan untuk memahami materi yang diberikan guru.
Guru
juga tidak boleh mengeluarkan ucapan kasar kepada muridnya, apalagi sampai
menyakiti hati sang murid. Contohnya bila seorang guru mengatakan kepada
muridnya dengan sebutan nakal, maka sih murid tersebut akan menganggap dirinya
memang nakal dan akan menjadikan dirinya sekalian saja saya nakal. Oleh karena
itu guru harus berkarakter lemah lembut dan penyabar supaya murid pun lebih
mudah mencerna ilmu yang diberikan.
Murid yang berkarakter, berasal dari guru yang berkarakter.
Bagi
murid pun juga harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan jangan
bermalas-malasan. Sebab beruntung bagi kalian yang bisa sekolah untuk menimba
ilmu dari seorang guru, di luar sana masih banyak sekali anak-anak yang
terlantar tidak bisa sekolah karena keterbatasan biaya. Maka bersyukurlah bagi
kalian yang masih punya kesempatan bersekolah, manfaatkan kesempatan tersebut
dengan sebaik mungkin.
Namun,
bukan berarti anak yang tidak sekolah tersebut tidak berpendidikan. Karena
menuntut ilmu tidak hanya di bangku sekolah saja, mengeyam bangku pendidikan
tidak harus mahal, tetapi menuntut ilmu bisa dimana saja. Dan tiap-tiap dari
kita ini bisa jadi pelaku pendidikan, khususnya guru yang memang ditugaskan
mengajar di kelas. Kenapa belajar bisa dimana saja? Tentu saja, belajar dan
menuntut ilmu itu tidak lekang oleh waktu, misalnya ingin belajar matematika,
maka kita tidak harus menekankan belajar dengan guru matematika. Tapi siapapun
yang paham matematika maka kita bisa berguru dengannya sekalipun ia adalah
seorang dokter tetapi paham matematika.
Ditambah
dengan sekarang eranya digitalisasi, kita dapat dengan mudah mencari berbagai
informasi pendidikan. Belajar sudah bisa dilakukan secara online dengan adanya
kursus/bimbel online, ya walaupun tidak seefektif dengan berguru secara
langsung. Kenapa demikian? Teknologi dan digitalisasi hanyalah sekadar alat
bukan ujung tombak dari ilmu, kegiatan belajar juga harus dilakukan melalui
tatap muka agar tak hanya membentuk ilmu saja, disisi lain juga dapat membentuk
karakter anak didik. Sebab belajar dengan bertatap muka langsung akan
menghasilkan empati, rasa, dll yang dapat membuat ilmu pendidikan lebih mudah
masuk ke murid.
Dengan
bertatap muka, seorang guru bisa membentuk karakter muridnya. Berbeda halnya
jika hanya sebatas mengandalkan media teknologi, karena pembentukan karakter
tersebut tidak bisa melalui digitalisasi, jadi digitalisasi pemberdayaan
teknologi itu nomor sekian, tetap belajar bersama guru secara real yang lebih
utama dalam membentuk karakter murid.
Dalam
membentuk karakter murid ada yang namanya Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) yaitu gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat
karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah
pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik
dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Inilah
alasannya belajar di rumah dengan sekolah punya rasa yang beda. Seperti belajar
melalui homeschooling (pendidikan di rumah). Meskipun anak memang bisa menambah
ilmu pendidikannya, tetapi anak akan lebih sulit dibentuk karakternya. Karena
sejatinya homeschooling tidak bisa menggantikan pendidikan formal di bangku
kelas.
Karakter harus ada di depan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan harus di depan amal.
5
nilai utama karakter unggul pelajar Indonesia:
- Gotong Royong
- Religius
- Integritas
- Mandiri
- Nasionalis
Dimana
jika di sekolah anak bisa bertaaruf dan saling mengenal dengan teman-temannya,
tetapi di pendidikan di rumah tidak bisa kenal dengan teman satu sama lain. Ini
sebabnya mengapa proses transformasi nilai itu lebih bagus dalam kelompok yakni
di sekolah, karena bisa saling ada interaksi dan hubungan pertemanan. Berbeda
halnya dengan homeschooling yang tidak akan kenal teman baru.
Pemerintah
juga peduli akan hal itu, bahwa semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang
sama. Makanya sekarang sudah ada KIP dan KJP untuk para pelajar agar bisa
memberikan kesempatan kepada orang miskin / tidak mampu supaya tetap bisa
menimba ilmu pendidikan. Karena tidak adil rasanya jika masih ada penduduk
Indonesia yang tidak bisa menuntut ilmu hanya karena kekurangan biaya.
Pak Hasan Chabibie (Dok. Pribadi) |
Sementara
itu Pak Hasan Chabibie menyampaikan dalam pemaparannya bahwa pendidikan era
sekarang lebih kepada teknologi, karena memang sekarang adalah zaman di eranya
serba teknologi. Oleh karena itu seorang guru atau siapapun bagi pengajar,
hendaknya mengajarkan dan mendidik anak sesuai dengan zamannya.
Didiklah anak-anak sesuai dengan zamannya, karena mereka akan hidup di zaman mereka, bukan pada zamanmu.
Coba
kalau kita lihat sekarang, hampir seluruh sekolah sudah mulai menerapkan
penggunaan teknologi bukan. Misal dahulu UN (Ujian Nasional) masih menggunakan
kertas dan alat tulis, tetapi sekarang sudah menggunakan teknologi komputer. Itu
artinya ilmu tersebut dapat beradaptasi dengan zaman, sehingga semakin adanya
kemajuan teknologi akan mempersempit ruang dalam kesempatan siswa bisa
mencontek saat sedang ujian.
Teknologi tidak pernah bisa menggantikan guru, tetapi guru yang tidak mengikuti perkembangan teknologi pasti akan tergantikan oleh teknologi.
Rumah Belajar Wadah Dari Kemendikbud
Portal Rumah Belajar |
Kemendikbud
yang memang berperan dalam masalah pendidikan telah membuat media / portal
situs yang dapat digunakan untuk siapapun menggali dan menambah ilmu
pendidikan. Sesuai zamannya sekarang yakni teknologi di era industri 4.0,
Kemendikbud berhasil membuat situs yang beralamat di https://belajar.kemdikbud.go.id/ .
Rumah Belajar adalah portal pembelajaran
yang menyediakan bahan belajar serta fasilitas komunikasi yang mendukung
interaksi antar komunitas.
Partner Rumah Belajar (Dok. Pribadi) |
Siapapun
dapat memanfaatkan portal Rumah Belajar baik itu guru (PAUD, SD, SMP, SMA/SMK)
maupun siswa. Dengan portal Rumah Belajar tersebut kita bisa belajar dimana
saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Dan menariknya ialah kita bisa
mengakses dan mendapatkan berbagai konten pendidikan di Rumah Belajar secara
gratis tanpa ada biaya sepeserpun. Fitur yang ada di Rumah Belajar pun cukup
lengkap.
Fitur
tersebut diantaranya:
1.
Sumber Belajar yang berguna untuk
menyajikan materi ajar bagi siswa dan guru berdasarkan kurikulum. Materi ajar
disajikan secara terstruktur dengan tampilan yang menarik dalam bentuk berupa
gambar, video, simulasi, animasi, evaluasi, dan permainan.
2.
Kelas Digital yaitu sebuah Learning Management System (LMS) yang
dikembangkan khusus untuk memfasilitasi proses pembelajaran virtual atau tanpa
tatap muka antara guru dengan murid. Melalui fitur Kelas Digital, guru dapat
memberikan bahan ajar yang dapat diakses dan dibagikan oleh siswa dalam bentuk
digital kapan saja saja dan dimana saja.
3.
Bank Soal yaitu fitur yang isinya
kumpulan soal dan materi evaluasi siswa yang dikelompokkan berdasarkan topik
ajar. Dan juga tersedia berbagai akses soal latihan, ulangan, dan ujian.
4.
Laboratorium Maya yaitu fitur
simulasi praktikum laboratorium yang disajikan secara interaktif dan menarik,
dikemas bersama lembar kerja siswa dan teori praktikum.
Aplikasi Rumah Belajar di Play Store (Dok. Pribadi) |
Masih
banyak lagi fitur lainnya yang bisa ditemukan, Oh iya agar lebih mudah
mengakses portal Rumah Belajar, silahkan download aplikasi Rumah Belajar di
playstore pada smartphone lalu selanjutnya daftar / buat akun di portal Rumah
Belajar. Wah jadi semakin mudah kan belajar.
Jadi
pada intinya, tidak bisa kita mengklaim menuntut ilmu pendidikan harus dengan
guru di kelas dan pendidikan hanya sebatas di kelas saja. Semua orang itu murid
dan guru, bahkan alam semesta ini adalah sekolah bagi umat manusia. Yuk mulai
sekarang kita tingkatkan budaya membaca dan raih ilmu pendidikan
sebanyak-banyaknya guna SDM Indonesia yang lebih baik kedepannya.
Sekian
ulasan kali ini, SEOmoga dapat bermanfaat.