image source: https://fk.ui.ac.id/ |
Konten Gaptek – Dalam sebuah penyakit tentu akan ada konsekuensinya
bagi siapapun yang mengalaminya, termasuk dengan penyakit kusta. Seorang penderita
kusta kerap kali mendapatkan diskriminasi di lingkungan masyarakat lantaran
penyakit ini memang menjadi momok yang menakutkan. Padahal faktanya ialah kusta
dapat disembuhkan dengan melakukan pengobatan secara teratur. Namun pengetahuan
tentang kusta yang masih minim di tengah masyarakat awam inilah yang berujung
membuat penderita kusta dikucilkan.
Memangnya kusta penyakit
apa sih? Kusta merupakan penyakit
infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran
pernapasan. Biasanya penderita kusta akan mengalami lemah dan mati rasa pada
bagian tungkai dan kaki, selanjutnya akan diikuti dengan timbulnya lesi /
perubahan di kulit.
Kusta memang dapat
menular, sebab kusta sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri yang mana proses
penyebarannya dapat melalui percikan cairan semacam ludah atau dahak dari
saluran pernapasan yang keluar ketika penderita kusta batuk ataupun bersin. Namun
bukan berarti proses penyebarannya sangat mudah yaa, kita tetap bisa
berinteraksi dengan penderita kusta, asalkan penderita kusta menjalani
pengobatan yang benar.
Lagi pula untuk dapat
ditularkan penyakit kusta itu bukan suatu yang mudah, seseorang dapat tertular
kusta apabila terkena percikan droplet dari
penderitanya selama terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Setelah itu
bakteri akan berkembang biak pada tubuh orang yang ditularkan, dan itu
membutuhkan waktu yang lama hingga bertahun-tahun. jadi, tidak perlu takut
untuk kontak langsung dengan penderita kusta, karna proses penularan kusta
tidaklah mudah.
Di Indonesia kusta
mendapatkan angka kejadian yang cukup tinggi, bahkan berdasarkan data WHO tahun
2020, jumlah kasus kusta di Indonesia menempati posisi tiga besar di dunia
yakni sebanyak 8%, dan kebanyakan kasus baru kusta dialami oleh anak-anak. Hal ini
membuktikan bahwa penyakit kusta bisa menimpa siapapun baik kalangan tua maupun
muda yaa teman-teman.
Meskipun demikian,
tidaklah perlu khawatir secara berlebihan terhadap penyakit kusta apalagi
sampai mendiskriminasi orang yang mengidap penyakit kusta. Jangan sampai kita
mengucilkan, dan membuat penderita kusta merasa sendiri karena tidak ada yang
mensupport dirinya sehingga akhirnya mereka mengasingkan dan menarik diri dari
bersosialisasi di tengah masyarakat. Kusta tidak semengerikan yang kita
bayangkan kok, karena kusta masih
dapat ditangani dan jarang sekali menyebabkan kematian.
Hanya saja kusta bisa
membuat penderita memiliki risiko cacat, sehingga hal inilah yang mungkin membuat
banyak penderita kusta mendapatkan diskriminasi dan perlakuan tidak
mengenakkan. Padahal jika kita bisa memberikan semangat dan dukungan terhadap
penderita kusta, ini akan berpengaruh terhadap psikologisnya.
Seseorang yang mengidap
penyakit kusta bisa saja awalnya tidak merasakan gejala, lantaran biasanya
gejala kusta akan muncul dan berkembang secara perlahan. Bahkan pada beberapa
kasus, gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak
dalam tubuh penderitanya selama 20 tahun atau lebih. Akan tetapi ada gejala
umum kusta yang dapat dirasakan oleh penderitanya diantaranya: kulit menjadi
mati rasa, kulit terasa kaku dan kering, kulit tidak berkeringat, terdapat
bercak pucat dan berwarna, otot melemah, dsb.
Kusta hingga saat ini masih menjadi suatu penyakit yang selalu ditakuti oleh masyarakat, tak jarang penderita kusta selalu mendapatkan perlakuan buruk seperti dikucilkan hingga dijauhi di lingkungan masyarakat. Sebagian masyarakat awam pun sering mengkaitkan penyakit kusta dengan kutukan, karma, atau azab bagi penderitanya. Padahal pernyataan itu sangatlah keliru, lantas bagaimana pandangan agama terhadap kusta? Yuk kita lanjut pembahasannya.
Begini
Agama Menilai Kusta, Bukan Sebuah Kutukan yang Pasti
Jika mendengar kusta, aku
jadi teringat akan kisah Nabi Ayyub AS, dimana saat itu beliau ditimpa sebuah
penyakit kulit yang mirip seperti kusta. Tapi dengan penyakit yang dialaminya
tersebut, tidak membuat semangat hidup nabi Ayyub menurun dan putus asa. Justru
malah sebaliknya, beliau semakin semangat mendekatkan diri kepada Allah Swt
dengan memperbanyak beribadah dan memohon ampunan.
Kusta Dalam Perspektif Agama |
Dalam pandangan agama
terkait penyakit kusta, aku baru saja mendapatkan ilmu ini dalam sebuah sesi talkshow
pada Senin, 8 Mei 2023 yang ditayangkan melalui live streaming channel youtube Ruang Publik KBR. Acara tersebut juga
diselenggarakan dan bekerja sama oleh NLR Indonesia. Dipandu oleh host Bapak
Rizal Wijaya, dengan tema yang diangkat pada saat itu adalah “Kusta Dalam Perspektif Agama”.
Sesi talkshow ini menghadirkan
dua narasumber yakni: dr. Muhammad Iqbal Syauqi selaku Ustadz dan Dokter
Umum RSI Aisyiyah Malang dan Pendeta
(Emeritus) Corinus Leunufna selaku Pendeta & OYPMK.
Kusta Dalam Perspektif Agama |
Nah, dalam sesi talkshow
tersebut dikupas secara tuntas bagaimana perspektif agama menilai kusta dari
pandangan masing-masing agama. Jika yang kerap kali terdengar di tengah
masyarakat kusta lantaran kutukan dari keturunannya yang membuat kesalahan, itu
adalah salah besar. Kusta sama sekali tidak ada kaitannya dengan sebuah kutukan
apalagi secara turun-temurun dari keturunan. Kusta murni disebabkan karna
bakteri bukan karena kutukan yaa.
Kusta ini bukanlah suatu
penyakit baru, sebab di zaman kenabian pun sudah ada penyakit kusta. Dikatakan dalam
sebuah hadits bahwa, Rasulullah SAW pernah makan bareng bersama seorang
penderita kusta. Bahkan nabi menyentuh tangan penderita kusta tersebut, hal ini
mengajarkan kepada kita bahwa nabi tidak memandang rendah / mengucilkan para
penderita kusta, dan tidak mendiskriminasikannya.
dr. Muhammad Iqbal Syauqi |
Mas Muhammad Iqbal juga menjelaskan kalau Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada kita untuk berlindung dari kusta, hingga nabi sendiri mengucapkan doa dalam haditsya yang bunyi terjemahannya “Yaa Allah, Aku Berlindung Padamu Dari Belang, Gila, Kusta, dan Penyakit yang Buruk” (HR. Abu Dawud). Memang nabi berdoa demikian, tetapi sikap nabi kepada penderita kusta tidak mengucilkan, nabi tetap peduli dan mensupport dengan memberikan semangat kepada penderita kusta.
Adapun hadits yang
menyebutkan bahwa “Menghindarlah kamu dari orang-orang yang terkena (judzam) kusta,
seperti kamu lari dari singa yang buas (HR. Al-Bukhari)”. Bukan berarti kita
telan mentah-mentah terjemahannya saja yaa, karena terdapat penjelasan dalam
sebuah hadits. Maksudnya ialah kita boleh berhati-hati dengan penyakit kusta,
namun tidak berlebihan sampai mendiskriminasikan penderita kusta misalnya,
apalagi sampai menghina mereka terkena kutukan.
Nabi mengajarkan umat
untuk berperilaku kasih sayang, nabi diutus di muka bumi sebagai pembawa rahmah
bukan kebencian, oleh karena itu nabi tetap memuliakan umatnya seperti apapun
kondisi umat tersebut. Bagi kita yang beragama islam, sudah seharusnyaa
menjadikan nabi sebagai suri teladan uswatun hasanah dengan segala keindahan
akhlaq yang beliau miliki. Tetap berikan semangat dan dukungan kepada pendertia
kusta / OYPMK.
“Khawatir dan waspada itu perlu, tapi jangan sampai diskriminasi”.
Sedangkan dalam perspektif
agama Kristen hal ini dijelaskan oleh pendeta Emeritus Corinus Leunufna. Ia awalnya
juga merupakan seorang penderita kusta / seorang OYPMK. Beliau menceritakan
dirinya saat itu dimana kondisi tubuh seperti mati rasa, lalu pak pendeta
memutuskan untuk pergi ke puskesmas guna mengetahui penyakitnya, dan setelah
dilakukan pemeriksaan dokter, ternyata ia terkena kusta.
Cukup terkejut mendengar
pernyataan dari dokter, akhirnya ia pun harus melakukan pengobatan dan minum obat
tanpa putus selama setahun. Hingga pada akhirnya ia dinyatakan sembuh pada Mei
2017. Beliau juga menjelaskan sepengalamannya ketika menderita penyakit kusta,
ternyata hal yang paling ditakuti ialah stigma di masyarakat. Bagaimana nantinya
jikalau masyarakat dan keluarga tau kalau ia mengidap penyakit kusta, takut
tidak diterima oleh lingkugan masyarakat.
“Yang ditakutkan ketika mengalami kusta itu bukan penyakitnya, tetapi lebih takut stigma”.
Tentunya untuk
menghilangkan stigma negatif di tengah masyarakat perlunya edukasi kepada publik
soal kusta yang bukanlah sebuah penyakit kutukan, karma, atau azab. Pada zaman
dahulu orang masih menganggap kusta sebagai kutukan sebab pada zaman itu
keilmuan masyarakat masih belum semaju sekarang, apalagi sekarang didukung
dengan kecanggihan teknologi yang bisa membantu mendeteksi segala penyakit
lebih cepat.
Pendeta (Emeritus) Corinus Leunufna |
Dengan pernah menjadi
seorang OYPMK, Pak Pendeta tidak pernah menyesali yang terjadi pada hidupnya,
ia menganggap bahwa kusta yang dialaminya saat itu ialah teguran dari tuhan
agar bisa lebih dekat lagi dengannya.
Pak pendeta Corinus pun
mengatakan manusia ini diciptakan oleh tuhan serupa dan sudah sepatutnya untuk
bergaul dengan siapapun tanpa memandang kasta, tahta, ataupun fisik. Sehingga tidak
ada alasan untuk memberikan stigma negatif kepada makhluk tuhan termasuk
penderita kusta salah satunya. Soalnya tidak ada yang mau terkena kusta, namun
kalau sudah mengalami, maka tetap harus beriman kepada tuhan.
Hal ini sejalan dengan
agama islam yang dijelaskan oleh mas Muhammad Iqbal, bahwa kusta ini bisa
menjadi pengingat kepada siapapun bahwa segala penyakit tentu bagian dari
pembersihan diri kita dari dosa-dosa, makanya tuhan memberikan penyakit agar
kita yang tadinya lalai dan jauh dari tuhan, bisa kembali mendekatkan diri
dengan memperbanyak amal ibadah.
Dalam islam reaksi seorang
muslim ketika ditimpa musibah termasuk penyakit ialah menerima dengan lapang
dada bukannya malah mengeluh, lalu bentuk ikhtiarnya ialah dengan cara berobat
ke dokter, dan sisanya tawakkal berserah diri kepada Allah Swt yang maha
menyembuhkan. Kita yakin dan terus berdoa, begitu lah reaksi muslim sejati
ketika ditimpa musibah penyakit.
Mas Iqbal memberikan
informasi beberapa penyebab kusta: Bakteri, imun tubuh yang sedang lemah, dan
lingkungan yang kurang bersih. Intinya sih
ia mengajarkan kepada kita agar menjaga kebersihan, agar tidak adanya
bakteri yang hinggap di tubuh. Karena dalam islam sendiri, At-thohuru Syatrul Iman yang artinya kebersihan / bersuci itu
merupakan bagian dari iman.
Sungguh pengetahuan baru
yang ku dapatkan dari talkshow tersebut, buat kamu yang penasaran dan ingin tau
pembahasannya kamu bisa menonton siaran ulangnya melalui channel youtube Ruang Publik KBR.
Nah, jadi bagi siapapun
yang saat ini sedang menderita penyakit kusta, pokoknya jangan pernah putus
asa. Harus tetap semangat, percaya dan yakin kalau kita melakukan pengobatan
secara rutin dan benar hingga tuntas, pasti kusta bisa sembuh nantinya. Sebab kusta
merupakan penyakit yang dapat diobati dan yang pasti bukan karena adzab apalagi
kutukan. Kusta dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur yang bisa didapatkan
secara free alias gratis di puskesmas.
Teruntuk kita yang
diberikan kesehatan pun tidak boleh memberikan stigma buruk kepada penderita
kusta apalagi sampai mendiskriminasikan mereka, tugas kita ialah terus berikan
dukungan moral maupun fisik dan semangat agar mereka tetap berdaya dan bisa
menjalani hidup dengan segala karya dan kreativitas.
Oke sekian ulasan kali ini, SEOmoga dapat bermanfaat.